What 2023 Has Taught Me
2023 setidaknya mengajarkanku beberapa hal ini:
- Segala sesuatu lebih baik dianggap bercanda daripada diseriusin. Sebagai manusia yang serius, dulu apa-apa aku seriusin, tapi tahun ini kayak ketampar aja bahwa enggak semua hal harus dibikin serius Dil. Supaya hati tetap aman, lebih baik dianggap bercanda aja. Syukur syukur kalo diseriusin kalo enggak? Ya tinggal “ya udah lah yah” in aja. Ternyata se-simple itu ya. Walaupun prosesnya enggak sih haha.
- Tetap berikan yang terbaik walau hasilnya belum baik. Di tahun ini aku benar-benar belajar dan menerapkan tentang “tidak menyesali yang sudah terjadi”. Aku tidak menyesal pernah memberikan yang terbaik walau hasilnya belum sesuai yang diharapkan, walau hasilnya dicurangi oleh orang lain. Kesal itu pasti tapi ternyata tidak membuat aku seperti Dila 2, 3, atau bahkan setahun yang lalu. Seorang Dila yang penuh dengan “seandainya” dan kalimat-kalimat penyesalan lainnya. Setelah aku renungi lebih dalam membuat aku menyadari bahwa kuncinya adalah pada apa yang aku berikan. Ketika aku sudah memberikan yang terbaik namun hasilnya belum sesuai dengan apa yang aku harapkan itu tidak masalah, dan aku juga percaya Allah tidak tidur, jika sekarang hasilnya belum baik pasti suatu saat nanti Allah ganti dengan sesuatu yang jauh lebih baik dari yang aku harapkan.
- Sewajarnya secukupnya. Poin ini masih nyambung dengan poin sebelumnya. Sewajarnya bukan berarti sekedarnya. Tapi, tetap melakukan yang terbaik sesuai porsinya. Tidak lebih dan tidak kurang.
- Unggul aja enggak cukup, kamu butuh sebuah kedekatan. Dunia emang enggak adil. Kamu sudah berjuang sebegitu hebatnya namun dikalahkan oleh realita hanya karena kamu enggak terlalu dekat dengan orang-orang yang berpengaruh di dalamnya.
- Orang yang tepat di waktu yang salah. Rasanya aku kurang setuju dengan kalimat itu. Aku lebih suka menggunakan apa yang dikatakan oleh Paus (Tsana) dalam salah satu podcast-nya yaitu Rintik Sedu. She said "jika orangnya tepat maka semuanya juga akan tepat, enggak akan ada yang salah. Tapi perasaan yang kita punya itu valid". So I change with "rasa yang tepat di orang dan waktu yang belum tepat".
- Segala sesuatu memiliki kekurangan, semua tergantung tingkat toleransi yang kita punya. Aku menyadari hal ini ketika ingin pindah kos di akhir tahun 2023. Dari sekian banyak pilihan, ada yang harganya cocok tapi lokasinya lumayan jauh dan lingkungannya kurang mendukung. Ada yang lingkungannya pas tapi harganya enggak cocok, ada yang harga dan lingkungannya cocok tapi terlalu jauh. Setelah semua dicompare, aku memutuskan untuk tidak pindah karena kekurangan saat ini masih bisa aku teloransi. Mungkin akan sama halnya dengan nyari jodoh kali yaa wkwk
- Tidak perlu mengotori hati untuk membenci. Cukup tidak sukai sikapnya bukan orangnya. Butuh waktu memang untuk bisa baik-baik saja di depan seseorang yang udah jahat sama kita. Tapi kekuatan doa itu nyata adanya. Setiap saat aku hanya minta untuk tetap menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan agar memiliki hati yang dijauhkan dari rasa benci. Untuk "cukup tau" dengan sikap atau perilakunya.
- Perkataan buruk orang lain tidak mencerminkan diri kita sendiri. Sebagai manusia overthinking, judgement yang orang lontarkan masih menjadi suatu hal yang sulit untuk dikompromi. Tapi tahun ini aku menyadari satu hal bahwa secara tidak langsung mereka yang berkata buruk dan rendah akan hidup yang aku jalani sebenarnya juga sedang melakukan hal yang sama untuk dirinya sendiri. Dan itu juga mencerminkan kualitas diri mereka sendiri.
- Salah itu wajar, menjadi tidak wajar ketika tidak belajar dari kesalahan. Sebagai seseorang yang cenderung perfeksionis, kesalahan adalah sesuatu yang sulit untuk aku bisa tolerir. Di awal tahun 2023 I did a mistake yang membuat aku seperti menghukum dan menyalahkan diri sendiri terus menerus. Puncaknya pada pertengahan tahun ketika aku mengikuti kelas online tentang membasuh luka masa kecil. Ternyata Dila kecil yang selalu dihantui oleh rasa takut jika melakukan kesalahan itu lagi exist. Dila kecil yang kalo ulangan dapat nilai jelek, pulang ke rumah nangis dan kena ceramah. Dila kecil yang selalu dituntut untuk harus bisa, untuk enggak boleh salah lagi butuh ruang. Ketika sudah mengetahui akarnya, proses selanjutnya acceptance. Menerima bahwa i did a mistake, i was wrong, tapi bukan untuk menghukum diri sendiri melainkan untuk belajar menjadi lebih baik. Sekarang jadi lebih bersyukur kalau melakukan kesalahan karena dari momen itu aku belajar, karena kalau nggak pernah salah kita nggak akan pernah belajar. Hidup memang harus selalu tentang belajar bukan?.
- Live in the moment. Do the best for today. Of course we need to learn from the past and prepare for the future, but don't forget that we live in today not yesterday or tomorrow. That' the big lesson that I got from Fardi Yandi's book "Tak Apa Memulai Lagi". I combine it with Tsana said in her podcast "jangan buru-buru beranjak tapi juga jangan terlalu lama terjebak".
2023 dari awal sampai akhir lebih banyak mengajarkan tentang mengelola ekspektasi untuk meminimalisir kekecewaan. Tidak hanya kecewa terhadap orang lain tapi juga diri sendiri, karena tanpa sadar diri sendiri juga punya ekspektasinya sendiri.
Semoga di 2024 bisa memetik pelajaran yang lebih banyak lagi dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Aamiin
Thank you for reading and have a good day :)
Comments
Post a Comment